Kasus pemasangan pagar laut yang disertai penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) di perairan Kabupaten Tangerang memicu perhatian publik. Pakar hukum agraria Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Rikardo Simarmata menilai kasus ini sebagai cerminan ketidaksinkronan regulasi antara hukum pertanahan dan perairan.
Menurutnya, anggapan bahwa pemberian hak atas tanah di perairan tidak diperbolehkan adalah keliru. Regulasi pertanahan mengizinkan pemberian hak atas tanah di perairan sepanjang ada penggunaan tanah di bawah air untuk aktivitas seperti pembangunan pelabuhan, hotel, atau fasilitas lainnya. “Namun, regulasi di sektor kelautan belum secara jelas melarang atau mengizinkannya dan kemunculan pagar laut ini masih misterius untuk apa,” ungkap Rikardo, Jumat (24/1).
Ia menambahkan, kasus pagar laut ini perlu ditelaah lebih jauh dari sisi legalitas, terutama terkait izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL). Jika pagar tersebut dipasang tanpa KKPRL, maka tindakan tersebut ilegal. Sebaliknya, apabila ada KKPRL, maka hal itu sah secara hukum. “Yang menjadi perhatian adalah bagaimana izin tersebut diperoleh, apakah melalui prosedur yang benar dan apakah dampaknya terhadap akses nelayan telah diperhitungkan,” jelasnya.
Selain legalitas, luas area pagar yang mencapai 30,6 kilometer juga menjadi sorotan. Pemancangan batas di laut sebenarnya bukan hal baru seperti pada budidaya rumput laut atau alat tangkap nelayan. Polemik ini menjadi semakin kompleks setelah adanya laporan dari nelayan mengenai berkurangnya hasil tangkapan dan kerusakan alat tangkap akibat serpihan bambu dari pagar tersebut. Langkah pencabutan pagar pun telah dilakukan oleh pihak berwenang.
Rikardo mengingatkan pentingnya menyimpan sebagian pagar sebagai barang bukti untuk proses hukum selanjutnya apabila kasus ini dibawa ke ranah pidana. Rikardo bahkan menekankan penyelesaian kasus ini harus berfokus pada aspek hukum. “Pemahaman yang benar mengenai aturan sangat penting. Jangan sampai kasus ini justru ditarik ke ranah politik. Mari kita sikapi dengan mematuhi regulasi yang ada, baik dari segi pertanahan, tata ruang, maupun perlindungan nelayan,” tuturnya.
Penulis : Bolivia
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Antara