Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) masih menjadi daerah dengan tingkat ketimpangan pendapatan tertinggi di Indonesia. Ketimpangan tersebut diukur melalui rasio gini yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2023 yang mencatat nilai Indeks Gini perkotaan dan perdesaan di DIY sebesar 0,439.
Sementara itu, Kota Yogyakarta menjadi daerah di DIY yang memiliki ketimpangan paling besar dengan nilai Indeks Gini sebesar 0,519 pada tahun 2022 dan 0,454 pada tahun 2023. Nilai tersebut masuk ke dalam kategori ketimpangan sedang hingga tinggi yang berkaitan dengan distribusi pendapatan penduduk di Kota Yogyakarta. Tingginya ketimpangan itu mengakibatkan dampak negatif dalam jangka panjang bagi pembangunan sosial dan ekonomi masyarakat. Kondisi tersebut dapat memengaruhi tingkat pertumbuhan, tingkat kemiskinan, dan tingkat kualitas hidup masyarakat.
Melihat kondisi tersebut sekelompok mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) berkolaborasi dengan mahasiswa FISIPOL UGM melakukan penelitian terkait penerapan konsep ekonomi kerakyatan sebagai upaya peningkatan pemerataan ekonomi di Kota Yogyakarta. Mereka adalah Muhammad Nur Maulana (Akuntansi 2022), Muammar Ilham Hanafi Tarwaca (Akuntansi 2022), Aushaaf Rafif Keane Pribadi (Ilmu Ekonomi 2022), Ilham Prasetiyo (Pengembangan Sosial dan Kesejahteraan 2022), serta Laksita Balinda Anabela Darayanti (Ilmu Ekonomi 2022). Penelitian dilakukan di bawah bimbingan Dr. Hempri Suyatna dalam Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Riset Sosial Humaniora (PKM-RSH).
Ketua tim peneliti, Muhammad Nur Maulana mengatakan isu ketimpangan menjadi salah satu fokus pembangunan sesuai dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), khususnya poin 10 yaitu mengurangi kesenjangan (reduce inequality). Ekonomi kerakyatan menjadi salah satu konsep ideologi yang berfokus mengurangi ketimpangan. Tak hanya itu, ekonomi kerakyatan merupakan sistem ekonomi nasional Indonesia yang berpihak pada ekonomi rakyat. Keberadaan sistem tersebut dapat menghasilkan masyarakat yang lebih tahan terhadap gangguan aktivitas perekonomian melalui sistem jejaring bersama dan disokong secara berkelanjutan.
Beberapa penelitian ekonomi kerakyatan yang telah ada, lanjut Maulana, memiliki fokus kepada bagaimana konsep ekonomi kerakyatan terbentuk (konseptual) dan implementasi dalam beberapa sektor. Namun, belum terdapat penelitian yang membahas mengenai ketahanan konsep ekonomi kerakyatan dalam masyarakat sebagai dasar dalam peningkatan kualitas hidup masyarakat berupa pengurangan ketimpangan yang terjadi di masyarakat.
“Oleh karena itu, riset ini meninjau lebih dalam berkaitan dengan eksistensi konsep ekonomi kerakyatan yang dikorelasi dengan ketimpangan serta menganalisis keberadaan pola pikir yang menjadi intisari ekonomi kerakyatan sebagai wujud pemahaman masyarakat,” paparnya, Rabu (10/7) di FEB UGM.
Melalui riset berjudul “Indeks Demokrasi Ekonomi Indonesia: Tinjauan Eksistensi Ekonomi Kerakyatan sebagai Upaya Peningkatan Pemerataan Ekonomi di Kota Yogyakarta” ini diharapkan dapat diketahui nilai Indeks Demokrasi Ekonomi Indonesia (IDEI) dan memahami kondisi eksistensi ekonomi kerakyatan di Kota Yogyakarta. Di samping itu, lewat riset ini juga ditujukan untuk mengetahui hubungan eksistensi ekonomi kerakyatan dengan pemerataan ekonomi di Kota Yogyakarta.
“Dengan begitu harapannya bisa dirumuskan strategi penguatan ekonomi kerakyatan dalam rangka peningkatan pemerataan ekonomi di Kota Yogyakarta. Tentunya, strategi pembangunan ekonomi yang sejalan dengan Pancasila dan ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat,” pungkasnya.
Reportase: Kurnia Ekaptiningrum/Humas FEB UGM