
Selama libur lebaran, diperkirakan 1,05 juta – 1,1 juta wisatawan bakal mengunjungi berbagai destinasi wisata di Daerah Istimewa Yogyakarta . Angka prediksi tersebut mengacu pada proyeksi kenaikan pergerakan wisatawan sebesar 9 persen dibandingkan tahun sebelumnya . Dengan jumlah itu tentu menjadi peluang ekonomi cukup besar bagi pengelola wisata dan pemerintah daerah, dan mereka saat ini mulai mempersiapkan diri menghadapi peningkatan kunjungan wisatawan.
Dr. Destha Titi Raharjana, S.Sos.M.Si, peneliti Pusat Studi Pariwisata (Puspar) UGM, mengatakan secara ekonomi pergerakan manusia dengan tujuan mudik memberikan dampak signifikan berupa perputaran uang yang beredar, dan Yogyakarta menjadi salah satu destinasi wisata yang banyak diminati kaum pemudik. “Pada lebaran 2025 ini, DIY diduga tetap menjadi tujuan favorit pemudik. Terlebih dengan kemudahan akses atau konektivitas yang dapat dijangkau dari berbagai wilayah untuk berwisata,” paparnya di Puspar UGM, Rabu (19/3).
Menurutnya beragam pilihan wisata yang bervariasi menjadi pertimbangan wisatawan datang ke Jogja. Berbagai inovasi atraksi dan aktivitas wisata yang sudah dikembangkan pemerintah ataupun pengelola wisata dinilai mampu menggugah wisatawan luar Jogja untuk menikmati serta mendapatkan pengalaman berwisata di Yogyakarta. Beberapa lokasi wisata menawarkan pesona alam, seperti di area Pantai Gunungkidul, area goa bawah tanah, seperti Goa Pindul, Kali Suci dan lainnya, area Gunungapi Purba di Nglanggeran.
Lokasi-lokasi tersebut diprediksi akan disasar para wisatawan dari luar yang penasaran ingin melihat secara dekat. Belum lagi lokasi wisata di wilayah Bantul, seperti pantai Parangtritis dinilai masih menjadi magnet mengundang wisatawan, baik dari DIY dan sekitarnya. Pun dengan wilayah Mangunan dengan keunggulan keteduhan hutan pinus yang masih dapat dijumpai di sana diduga menjadi alternatif baru bagi wisatawan yang sudah jenuh dengan daya tarik lainnya. “Di wilayah Yogyakarta bagian barat, khususnya sekitar kawasan Menoreh Kulon Progo. Mereka pun tak kalah menawarkan pesona serta aktivitas yang berbeda dengan lokasi lainnya. Di dukung beragam tempat kuliner dan belanja yang tersebar di desa-desa wisata bisa menjadi pilihan para wisatawan pemudik untuk datang,” terangnya.
Destha mengakui kehadiran media sosial selama ini cukup mempengaruhi keinginan para wisatawan. Tampilan-tampilan melalui media sosial selama ini menggugah rasa penasaran dan memotivasi pemudik untuk datang ke lokasi wisata. “Di lokasi mereka bisa berkuliner walaupun sekedar berfoto, semua itu tidak lain akibat dari pengaruh media sosial. Seiring dengan viralnya sebuah destinasi ataupun lokasi kuliner tentu mendorong kuat wisatawan luar Jogja untuk ingin mencicipi dan menikmati,” ungkapnya.
Meski begitu, Destha menyayangkan karena lebaran tahun ini tampaknya masih dihantui dengan ancaman cuaca ekstrem. Melansir informasi dari BMKG DIY kemungkinan masih akan berlangsung cuaca ekstrem. Risiko cuaca ekstrem diduga baru akan mengalami penurunan baru pada sepuluh hari pertama bulan April 2025. “BMKG DIY memprediksi cuaca ekstrem di wilayah Yogyakarta masih akan berlangsung hingga April 2025. Berdasar informasi Kepala Stasiun Meteorologi Yogyakarta, cuaca ekstrem ini dapat berupa hujan lebat, petir, dan angin kencang,” paparnya.
Terkait hal tersebut, menurut Destha, pemerintah dan pengelola wisata perlu melakukan upaya-upaya preventif dalam menyambut suasana lebaran di tengah musim hujan. Pemerintah dan pengelola wisata harus bisa memastikan tidak terjadi genangan air dan tumpukan sampah selama masa lebaran, serta mengantisipasi berbagai kemungkinan kerusakan akibat bencana angin kencang dan lain-lain. “Jika turun hujan lebat dan lama, maka harus bisa dipastikan air tidak tersumbat, tidak ada timbunan sampah karena beberapa waktu terakhir kota kita diterpa persoalan ini. Secara berkala perlu melakukan pemeriksaan terhadap kondisi pohon sebagai upaya mengurangi terjadinya resiko bencana oleh dinas terkait,” paparnya.
Destha berpandangan perlunya contingency plan yang harus disiapkan pemerintah dan pihak pengelola wisata agar ketika terjadi sesuatu yang tidak dikehendaki para pengunjung saat berwisata akan cepat terkondisikan. Komunikasi dengan pihak terkait, baik dari sektor keamanan dan kesehatan menjadi keharusan yang perlu dijalin untuk mendukung kenyamanan dan keselamatan wisatawan.
Destha mengapresiasi Pemerintah Kabupaten Sleman telah memiliki aplikasi Sistem Informasi Sleman Tangguh Bencana (SIMANTAB). Melalui aplikasi ini diinformasikan berbagai pelaporan bencana, informasi kebencanaan, peringatan dini, dan berbagai menu lainnya di dalamnya. Sementara di tingkat desa, seperti yang dilakukan pengelola Desa Wisata “Dewi Mulia” Srimulyo Bantul, mereka berinisiatif menggagas sebuah aplikasi yang dimanfaatkan sebagai early warning system. Prototype aplikasi ini telah dicoba dan diterapkan di Kaligawe. Melalui aplikasi ini mampu memantau ketinggian muka air sungai. “Aplikasi ini digagas dalam rangka mengantisipasi dampak banjir yang mengancam bantaran sungai, khususnya wisata berbasis sungai sehingga langkah antisipatif pengamanan area bantaran sungai dapat diambil sebelum terjadi dampak merugikan”, imbuhnya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : Gets Los ID