Akademisi UGM yang terdiri dari para guru besar, dosen dan mahasiswa mendesak DPR dan pemerintah untuk menghentikan pembahasan RUU KPK karena prosedur dan substansinya yang dipaksakan berpotensi meruntuhkan sendi-sendi demokrasi dan melanggar amanah reformasi dan konstitusi. “Kita meminta pemerintah dan DPR menghentikan pembahasan RUU KPK,” kata Prof Koentjoro, Ketua Dewan Guru Besar UGM, mewakili sivitas akademika saat membacakan pernyataan sikap pada Minggu (15/9) di Balairung, Kampus UGM.
Dalam lima butir pernyataan sikap tersebut sivitas akademika UGM mendesak agar segala tindakan upaya pelemahan terhadap KPK dihentikan, mengevaluasi RUU lain yang melemahkan gerakan antikorupsi, dan mengembalikan semangat demokrasi sesuai dengan amanah reformasi dan konstitusi.
Menurutnya, pernyataan sikap terhadap upaya pelemahan KPK ini dikarenakan pengajuan RUU KPK tidak mengikuti prosedur legislasi dan ada upaya secara sistematis melemahkan KPK dan gerakan antikorupsi yang agresif dan brutal dalam beberapa pekan terakhir.
Selain menyampaikan pernyataan sikap, beberapa akademisi UGM juga menyampaikan pandangannya terhadap rencana revisi UU KPK tersebut. Dekan Fakultas Hukum UGM, Prof. Dr. Sigit Riyanto, mengaku prihatin dengan upaya pelemahan KPK yang dilakukan oleh pemerintah dan DPR melalui revisi UU KPK sekarang ini. “Kami sangat prihatin, justru kita ingin memperkuat upaya pemberantasan korupsi dan kita mendukung lembaga KPK,” katanya.
Ekonom UGM, Dr. Rimawan Pradiptyo, mengaku telah mengumpulkan petisi dari 2.338 dosen yang berasal dari 33 perguruan tinnggi dari seluruh Indonesia yang menolak RUU KPK dan segala upaya pelemahan terhadap KPK. “Hingga Sabtu kemarin, terkumpul 2.338 dosen yang sudah memberikan dukungan, ada 344 dosen UGM, 160 dosen UI dan 102 dosen IPB,”katanya.
Pegiat Gerakan Anti Korupsi, Dr. Zaenal Arifin Mochtar, menilai Presiden Joko Widodo tidak mendapat masukan yang lengkap terhadap rencana revisi UU KPK sehingga Presiden dianggap mendukung rencana revisi RUU tersebut. “Presiden tidak mendapat asupan yang cukup soal RUU ini. Kita punya kesadaran dan itikad bersama untuk mencegah usaha merampok upaya pemberantasan korupsi di negeri ini,”katanya.
Ekonom UGM lainnya Dr. Fahmi Radhi mengatakan dukungan para akademisi UGM kali ini dilakukan untuk menyelamatkan Presiden untuk mendukung upaya pemberantasan korupsi dan melawan para koruptor.
Pendapat yang sama disampaikan oleh pakar kebijakan publik UGM, Prof Wahyudi Kumorotomo. Pihaknya akan mengingatkan Presiden agar tidak menjadi bagian dari DPR yang ingin melemahkan KPK. “Kita tidak menginginkan alumni kita (Joko Widodo) menghabisi KPK sebagai lembaga yang kita cintai bersama,”katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)