Universitas Gadjah Mada (UGM) bersama Bank Indonesia (BI) Purwokerto dan Pemerintah Kabupaten Banjarnegara meresmikan Coffee Learning Center (Pusat Pembelajaran Kopi) di Desa Babadan, Kecamatan Pagentan, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah, Selasa (16). Peresmian ini dihadiri oleh tim dari Fakultas Pertanian UGM, Prof. Dr. Ir. Taryono, M.Sc., Ir. Suci Handayani, MP., dan Andrianto Ansari, Ph.D serta perwakilan dari BI Purwokerto dan Pemkab Banjarnegara.
Taryono dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Senin (22/1) mengatakan pusat pembelajaran kopi ini sebagai bentuk komitmen dan dukungan UGM dalam menggerakkan sektor pertanian, khususnya pertanian kopi, untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. “Pusat pembelajaran kopi ini hasil kolaborasi antara UGM, BI Purwokerto, dan Pemerintah Kabupaten Banjarnegara melalui gabungan kelompok tani Desa Babadan – Gapoktan Sida Makmur dalam Koperasi Sikopel Mitreka Satata,” katanya.
Taryono bercerita pendampingan budi daya kopi yang lebih intensif di Desa Babadan dimulai tahun 2008 dengan program penguatan konservasi lahan dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan mendapat pendampingan dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Kegiatan dimulai dengan kajian kesesuaian lahan, penyemaian, pembibitan dan penanaman. “Kajian kesesuaian lahan dilaksanakan pada tahun 2010 dan dari hasil kajian tersebut diketahui bahwa wilayah Pagentan atas khususnya desa Babadan, Margosari dan Tegal Jeruk dengan ketinggian >1000 m di atas permukaan laut disimpulkan sangat sesuai digunakan untuk pengembangan kopi arabika,” kenangnya
Pada tahun 2011 mulai tersedia bibit kopi namun dikarenakan budi daya kopi perlu waktu yang cukup lama sekitar 3 tahun, maka beberapa petani tidak merawatnya dengan baik sehingga tanaman dalam kondisi kurang terawat dan bahkan beberapa di antaranya dibongkar. “Saat kopi mulai panen, terdapat beberapa kendala yang dihadapi oleh petani. Karena perencanaan program penguatan konservasi lahan dari PT PLN hanya sampai pada tahap menghasilkan buah kopi dan pasar juga hanya mengikuti yang sudah ada, maka buah kopi arabika dibeli dengan harga lebih murah dari buah kopi robusta dengan alasan kandungan air tinggi,” jelasnya.
Anggota kelompok tani Sida Makmur dipertemukan dengan pelaku kopi dari Jakarta, Surabaya dan Gayo dalam acara sarasehan, hasilnya petani mulai mendapatkan pencerahan bahwa seharusnya kopi arabika mempunyai keunikan cita rasa dengan harga yang lebih baik dibandingkan kopi robusta. “Setelah selesai kegiatan tersebut, petani mulai merencanakan pembentukan badan usaha yang sesuai untuk dapat mengelola kopi petani,” paparnya.
Pada tahun 2018 pengembangan budi daya kopi arabika didukung oleh Bank Indonesia (BI) Purwokerto dengan program Local Economy Development (LED) dengan tujuan kopi untuk konservasi lahan dan air serta peningkatan kesejahteraan petani dimana diputuskan jenis kopi arabika dikembangkan di Banjarnegara bagian Utara masuk pada kawasan pegunungan Dieng. Selain itu, kelompok tani mulai mendapatkan bantuan bibit, sarana prasarana pengolahan kopi dan pelatihan produksi dan pemasaran.
Hingga saat ini, kata Taryono, perkembangan kopi arabika Banjarnegara telah menarik minat masyarakat khususnya generasi milenial untuk terlibat dalam pengembangan industri kopi arabika Banjarnegara baik hulu maupun hilir. “Ada 11 Koperasi Produsen kopi bekerja sama dengan UGM, merencanakan adanya pembangunan “Sekolah Kopi” untuk peningkatan hasil dan mutu kopi. Pada tahun 2023, BI memberikan dana untuk pembangunan fasilitas Sekolah Kopi Banjarnegara meliputi pusat pembelajaran kopi, perlengkapan umum, serta perlengkapan khusus menikmati kopi (cupping) dan laboratorium kopi,” katanya.
Ketua Koperasi Sikopel Mitreka Satata, Desa Babadan, Turno, menyambut baik adanya pusat pembelajaran kopi di desa Babadan yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa Babadan, khususnya, dan masyarakat Kabupaten Banjarnegara secara umum. Hal senada juga disampaikan oleh Alif Zein, tokoh penggiat kopi di Desa Babadan yang mengharapkan pusat pembelajaran kopi dapat difungsikan sebagai rumah belajar bagi petani dan masyarakat Banjarnegara. “Nantinya dari rumah ini bisa meningkatkan keterampilan SDM dan pengelolaan sumber daya alam yang dimiliki oleh Kabupaten Banjarnegara juga semakin lebih baik,” katanya.
Penulis : Gusti Grehenson