
Tim Ekspedisi Patriot Universitas Gadjah Mada mengidentifikasi komoditas unggulan di kawasan transmigrasi Muting, Merauke, Papua Selatan. Tim ini merupakan salah satu dari lima tim yang melakukan kajian di kawasan transmigrasi Muting, Merauke. Kajian di Kawasan Transmigrasi Muting dilakukan oleh 5 tim yang terdiri dari 3 tim Universitas Gadjah Mada (UGM) dan 2 tim dari Universitas Indonesia (UI). Salah satu topik kajian yang dilakukan oleh tim UGM adalah Pengembangan Komoditas Unggulan Spesifik pada Kawasan Transmigrasi.
Tim dari UGM beranggotakan Dwi Ardianta Kurniawan, ST. M.Sc selaku ketua, Arif Aji Kurniawan, S.Sos (alumni), Andaru Sheera Kristianto, Fatimah Azzahra Ahda, dan Trisna Diah Ayu Wulandari. Disela kegiatan riset lapangan yang akan berlangsug hingga Desember mendatang, juga dilaksanakan Focus Group Discussion (FGD) di Kawasan Transmigrasi Muting, Merauke, 7-8 Oktober 2025 lalu.
Dwi Ardianta Kurniawan selaku ketua tim menyampaikan hasil temuan di lapangan sejak akhir Agustus hingga awal Oktober khususnya di Distrik Muting dan Ulilin yang memperlihatkan ada enam kampung di Distrik Muting dan sembilan kampung di Distrik Ulilin memiliki komoditas unggulan yang bervariasi. “Meski bervariasi, tim ekspedisi sementara menyimpulkan ada satu komoditas utama yang ditemukan hampir di seluruh kampung, yaitu rambutan,” kata Dwi dalam keterangan yang dikirim ke wartawan, Senin (20/10).
Menurut Dwi, buah rambutan memiliki nilai ekonomis cukup tinggi sehingga mampu menjadi sumber pendapatan keluarga yang penting. Di luar buah rambutan, komoditas lain yang teridentifikasi adalah buah-buahan seperti durian dan alpukat, komoditas perkebunan seperti karet, pinang, kopi, kelapa sawit, dan sayuran dan rempah seperti cabai, lada, kacang panjang, sawi. Lalu komoditas pangan padi dan palawija seperti jagung, kedelai, kacang tanah. “Selain itu, juga ditemukan peternakan sapi, kambing dan ayam di beberapa kampung yang berhasil diidentifikasi,” terangnya.
Ir. Agam Marsoyo, M.Sc, Ph.D, Dosen Prodi Perencanaan Wilayah dan KOta dari fakultas teknik UGM menyatakan penentuan komoditas unggulan di wilayah transmigrasi, selain memperhatikan aspek ekonomi juga harus mempertimbangkan aspek berkelanjutan. Menurutnya, aspek keberlanjutan ini penting mengingat berkaitan dengan upaya meminimalisir ekses negatif yang timbul dari pengembangan komoditas sebagai bidang usaha. Ia menyebutkan, usaha pengembangan sawit dalam jangka panjang dikhawatirkan akan berisiko menimbulkan kekeringan. Begitu dengan komoditas lain yang dikhawatirkan akan menyebabkan longsor pada wilayah pegunungan. “Diperlukan pasar yang mampu menyerap hasil-hasil, karena pengalaman sebelumnya seperti komoditas karet menunjukkan tidak adanya pasar yang membeli hasil produksi menyebabkan petani mengalami kerugian,” ujarnya.
Begitu pun dengan rambutan yang seringkali harganya jatuh dan membusuk pada saat panen raya. Disinilah peran pemerintah diharapkan hadir untuk menjembatani produksi dengan pemasaran maupun mengembangkan industri untuk program hilirisasi komoditas.
Namun dengan tingginya minat masyarakat dalam perkebunan sawit, menurut Agam diperlukan solusi yang tepat yaitu mempertemukan mereka dengan industri sawit. Bahkan jika perlu dilakukan kesepakatan kerjasama antara pemilik lahan dengan perusahaan sawit sehingga dengan paying kerjasama tersebut masyarakat dapat tenang menanam dan memasarkan produksinya ke perusahaan sawit. Meski sudah ada koperasi mandiri yang dikelola oleh masyarakat untuk memasok hasil ke industri sawit di distrik Mutigh, akan tetapi di Distrik Ulilin skema kerjasama antara masyarakat dan industri masih dalam proses pembahasan. “Bagaimanapun sawit adalah komoditas yang menjanjikan dan memberikan pendapatan yang rutin, tetapi untuk jangka panjang perlu dicarikan solusi untuk mengatasi potensi terjadinya kekeringan,” ungkapnya.
FGD diselenggarakan dalam rangkaian kegiatan Tim Ekspedisi Patriot yang diinisiasi oleh Kementerian Transmigrasi bekerjasama dengan 7 Universitas terkemuka di Indonesia. Kegiatan Tim Ekspedisi Patriot masih akan berlangsung hingga awal Desember 2025, dan dalam rentang waktu tersebut sebanyak 4 anggota tim tinggal di lokasi untuk melakukan identifikasi dan pengamatan lapangan serta mengumpulkan data sekunder dari dinas-dinas terkait. Semua data yang diperoleh selanjutnya akan disusun, analisis dan kemudian menyampaikan rekomendasi kepada kementerian terkait. Hasil-hasil kegiatan Tim Ekspedisi Patriot diharapkan mampu memberikan input yang bermanfaat bagi Kementerian Transmigrasi maupun kementerian terkait untuk menyusun program berbasis kondisi riil di lapangan.
Penulis : Agung Nugroho