YOGYAKARTA – Pusat Studi Energi (PSE) Universitas Gadjah Mada merintis produksi biodiesel dari jelantah, limbah minyak goreng. Produk yang dinamakan Biosolar B15 ini memanfaatkan limbah minyak goreng yang diambil dari para pedagang kali lima yang kemudian diolah menjadi produk biosolar. Mengubah minyak jelantah menjadi biodiesel ini diharapkan bisa meningkatkan efisiensi penggunaan bahan bakar murah dan menurunkan tingkat emisi karbaon dari bahan bakar fosil.
Kepala PSE UGM, Dr. Deendarlianto, mengatakan minyak jelantah merupakan bahan baku biodiesel untuk campuran solar sehingga bisa menghasilkan biosolar. Dengan komposisi tambahan 15 % prosentase biodiesel maka produk ini kemudian dinamakan Biosolar B15. “Kita menambah campuran 15 persen untuk solar dari bahan minyak jelantah yang sudah kita olah jadi biodiesel,” kata Deendarlianto saat dihubungi wartawan Senin (15/12).
Alasan dipilihnya minyak jelantah sebagai bahan baku bioediesl, menurut Endarlianto, melihat potensi Yogyakarta sebagai daerah kawasan wisat kuliner yang memiliki ribuan pedagang kali lima. Setiap harinya, para pedagang kali lima ini mampu mengasilkan 10-15 liter minyak jelantah. “Ada 3,6 ton minyak jelantah yang bisa dihasilkan setiap harinya,” katanya.
Meski demikian, saat ini pisahknya hanya mampu memproduksi 150 liter per hari harganya dibawah harga solar Pertamina. Apabila makin banyak PKL dan perusahaan armada bus yang dirangkul maka produk Biosolar B15 makin banyak diproduksi.
Dikatakan, PSE UGM tidak hanya memanfaatkan limbah jelantah sebagai bahan baku biosolar, dalam waktu dekat pihaknya juga akan memanfaatkan limbah kayu bakar sebagai bahan baku. “Biodiesel ini sumber energi tebarukan, kita juga akan memanfaatkan dari limbah kayu bakar. Apa yang kita lakukan ini sebagai langkah awal dari upaya mewujudkan kemandirian energi nasional,” terangnya.
Di kesempatan terpisah, Peneliti Sumber Energi Alternatif Prof. Ir. Arief Budiman, M.S., D.Eng mengatakan pengolahan biosolar ini sangatlah sederhana dan bahkan nantinya bisa dibuat sendiri oleh para pedagang kaki lima untuk menambah penghasilan mereka dengan menjual Biosolar kepada pemilik kendaraan.
Untuk mengolah jelantah menjadi biodiesel, kata Arief dengan cara mencampur jelantah campur metanol disertai katalis. Campuran kemudian dipanaskan dengan suhu diatas 70 derajat celsius. Setelah lebih dari satu jam, hasil campuran itu akan menghasilkan dua lapisan yakni biodiesel dan gliserol.“Satu liter jelantah bisa menghasilkan 90 persen biodiesel dan sisanya gliserol,” urainya.
Sebelum diuji pada kendaraan, Biosolar B15 ini, kata Endarlianto, PSE juga sudah lakukan uji laboratorium, uji mesin dan telah diuji sesuai dengan standar Nasional Indonesia (SNI). Pengembangan Biosolar B15 ini, pihaknya bekerjasama dengan USAID, Warug spesial Sambal dan Asosiasi Pedagang Kaki Lima. Beberapa pemilik armada bus juga digandeng kerjasama diantranya Trans Jogja dan Bimo Transport. (Humas UGM/Gusti Grehenson)